Minggu, 16 Juli 2017

PENGINOKULASIAN BIBIT DAN PEMUPUKAN SUSULAN PADA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)

PENGINOKULASIAN BIBIT DAN PEMUPUKAN SUSULAN PADA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)


Bibit Rotifera dapat diperoleh dari Panti Benih Brachionus sp. terlihat seperti pada gambar berikut ini:
 Gambar 1. Rotifera, Brachionus sp.

Reproduksi Rotifera secara parthenogenesis dan bergantung pada suhu air. Rotifera bersifat filter feeder sehingga makanannya dapat berupa fitoplankton atau ragi roti. Kepadatan awal fitoplankton dalam media Rotifera minimum terbaik adalah 13–14 x 106 sel/ml. Kepadatan sel Chlorella sp. perlu dipertahankan setiap harinya, sehingga pemberian Chlorella sp. ke dalam bak budidaya Rotifera dilakukan setiap hari. Pada hari pertama budidaya mulai dilakukan, wadah/bak diisi dengan air bersama Chlorellasp., yang berasal dari hasil budidaya Chlorella sp. sebanyak 25% volume bak Rotifera. Lalu Rotifera diinokulasi dengan kepadatan 100 individu/ml media. Keesokan harinya 25% volume Chlorella sp. ditambahkan kembali. Demikian seterusnya sampai hari ke empat. Pada hari ke lima, Rotifera dapat dipanen.
Supaya fitoplankton selalu tersedia, maka pada hari pertama fitoplankton dipanen, yang biasanya dipanen sebanyak 50% volume, bak fitoplankton diisi air tawar kembali; sehingga volume kembali 100%. Air dalam bak Chlorella sp. dipupuk kembali dengan dosis yang sama seperti di awal budidaya dilakukan. Demikian selanjutnya untuk bak Chlorella sp. pada bak
berikutnya pada hari ke dua dan seterusnya. Dengan demikian Chlorella sp. dapat dipanen secara berurutan.
Pada waktu Chlorella sp. dipindahkan dari bak Chlorella sp. ke bak Rotifera dengan menggunakan selang, maka air berisi Chlorella sp. dialirkan melalui kantung plankton net 100 mm untuk mencegah masuknya kotoran dan predator ke bak Rotifera.


Gambar 2. Pemindahan Chlorella ke dalam bak kultur Rotifera

Pada saat populasi Rotifera mencapai puncaknya yaitu pada hari ke 5 setelah inokulasi, Rotifera dapat dipanen dan diberikan ke larva ikan.


SUMBER:
Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
REFERENSI:
Delbare, D. and Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 – 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.
Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.

Kamis, 13 Juli 2017

PEMBERIAN PAKAN DAN PEMANENAN PADA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)

PEMBERIAN PAKAN DAN PEMANENAN PADA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)

Rotifera adalah zooplankton yang biasa digunakan untuk pakan alami ikan, terutama untuk larva ikan yang ukurannya sangat kecil, seperti pada larva ikan malas (ikan betutu).
Rotifera merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan.
Pada budidaya Rotifera dengan menggunakan makanan Chlorellasp. maka kepadatan Chlorella sp. pada media budidaya perlu dipertahankan, pada kepadatan 13–14 x 106 sel per ml media setiap hari.
Caranya adalah sebagai berikut. Pada hari pertama, hanya 25% volume bak budidaya Rotifera diisi air dengan Chlorella sp. Pada hari kedua ditambahkan 25%, hari ketiga 25%, hari ke empat 25%. Pada hari ke lima Rotifera dapat dipanen seluruhnya. Budidaya Rotifera dapat dimulai dari awal kembali. Pengamatan kepadatan Rotifera perlu dilakukan setiap hari, untuk melihat apakah populasi Rotifera bertambah.
Pemanenan Rotifera dapat dilakukan seluruhnya pada hari ke 5. Atau pada hari ke 5 Rotifera dipanen sebagian, 50% volume media, kemudian bak budidaya diisi kembali dengan media Chlorella sp. hingga 100% volume. Rotifera dapat dipanen kembali setelah tiga hari bak diisi Rotifera kedua kali. Cara ini hanya berlaku 2–3 kali panen. Pada panen ketiga seluruhnya dipanen dan budidaya Rotifera dimulai kembali dari awal.
Sama seperti pada panen Chlorella sp., pada waktu panen dilakukan, ujung selang diberi plankton net (50 mm) yang harus terendam di dalam ember. Hal ini dilakukan agar tekanan air dari selang berkurang, sehingga Rotifera tidak rusak. Pemanenan dilakukan dengan cara menyiphon air budidaya, yaitu mengeluarkan air dari bak dengan memanfaatkan perbedaan tinggi air, antara air di dalam bak dan di dalam ember. Selama panen, air di ember harus diaerasi.


Gambar 1. Pemanenan Rotifera
SUMBER:
Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:
Delbare, D. and Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 – 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.
Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.

Minggu, 09 Juli 2017

PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)

PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)

 Rotifera adalah zooplankton yang biasa digunakan untuk pakan alami ikan, terutama untuk larva ikan yang ukurannya sangat kecil, seperti pada larva ikan malas (ikan betutu). Rotifera merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan.

 Gambar 1. Rotifera

Budidaya zooplankton, dalam hal ini Rotifera, merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorellasp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan. Atau sebagian Chlorella sp. dipanen dan dipindahkan ke wadah budidaya Rotifera.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberi pakan berupa ragi roti pada Rotifera. Berdasarkan penelitian–penelitian yang sudah dilakukan, ternyata Rotifera yang diberi pakan ragi roti dapat menghasilkan populasi sepuluh kali dibandingkan dengan yang diberi fitoplankton. Kedua cara budidaya di atas dapat dilakukan, sebab Rotifera termasuk zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu cara makannya dengan menyaring partikel makanan dari media tempat hidupnya.
Beberapa persyaratan lingkungan yang diperlukan Rotifera, antara lain suhu media tidak terlalu tinggi, yang baik sedikit di bawah suhu optimum. Suhu optimum untuk Rotifera Brachionus sp. adalah 25oC, walaupun dapat hidup pada suhu 15–31oC. Selanjutnya pH air di atas 6,6 di alam, namun pada kondisi budidaya biasanya 7,5; ammonia harus lebih kecil dari 1 ppm; oksigen terlarut >1,2 ppm.
Untuk cara budidaya dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakan Rotifera, maka prosedur penyiapan wadah dan media sama seperti pada budidaya Chlorella sp. Wadah budidaya Rotifera dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pada saat kepadatan Chlorella sp. mencapai puncak maka dilakukan inokulasi Rotifera; dan sehari (sesaat) sebelumnya pemupukan ulang perlu dilakukan. Tujuannya adalah agar supaya Chlorella sp. segera mendapatkan mineral sebelum populasi fitoplankton kekurangan mineral.

Cara di atas menggunakan wadah budidaya Rotifera yang sama dengan wadah budidaya Chlorellasp. Cara ini mempunyai kelemahan, yaitu dengan adanya pemupukan ulang maka hal ini akan menyebabkan kualitas air kurang baik untuk Rotifera. Cara yang lebih baik adalah dengan membudidayakan Rotifera pada wadah terpisah, dan fitoplankton serta medianya dipanen dari wadah fitoplankton dan dimasukkan ke wadah budidaya Rotifera setiap hari.
Kegiatan pertama untuk budidaya Rotifera adalah menyiapkan wadah yang bersih dan sudah disanitasi. Adapun cara penyiapan wadah dan air untuk budidaya Rotifera ini sama dengan persiapan dan air padabudidaya Chlorella. Jika populasi fitoplankton sudah mencapai puncak maka sebagian fitoplankton bersama media dipindahkan ke wadah Rotifera. Wadah fitoplankton yang sudah berkurang volume airnya, biasanya ditambahkan 50% kembali air tawar, lalu dipupuk ulang.
Penambahan fitoplankton ke wadah Rotifera dilakukan setiap hari. Penambahan dilakukan sampai hari ke 4 dan biasanya pada hari ke 5 panen Rotifera dapat dilakukan. Pada pemindahan Chlorella sp. perlu digunakan saringan berupa kantong penyaring (plankton net) yang lubangnya 100 mm, untuk mencegah kemungkinan terbawanya copepoda, yang nantinya akan memakan Rotifera.
Pada budidaya Rotifera dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakannya diperlukan wadah/bak budidaya Chlorella sp. dan wadah/bak budidaya Rotifera sebanyak 6 : 1 (dalam volume). Artinya untuk menyiapkan makanan Rotifera dalam satu wadah diperlukan 6 wadah fitoplankton. Hal ini dilakukan karena populasi Chlorella sp. harus disediakan setiap hari untuk makanan Rotifera. Populasi Chlorellasp. akan mencapai puncak 5-6 hari, dan Rotifera 2–3 hari. Artinya untuk satu siklus budidaya Rotifera diperlukan tiga kali panen Chlorella sp., supaya budidaya Rotifera berlanjut maka diperlukan wadahChlorella sp. 2 x 3 wadah, yaitu 6 wadah (volume). Budidaya Rotifera dengan menggunakan Chlorellasp. sebagai pakannya umum dilakukan di Panti Benih ikan karena biayanya murah.

SUMBER:
Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:
Delbare, D. and Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 – 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.
Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.

Kamis, 06 Juli 2017

MEMAHAMI KONSEP MAKANAN IKAN DAN ILMU PENDUKUNGNYA

MEMAHAMI KONSEP MAKANAN IKAN DAN ILMU PENDUKUNGNYA

Dalam memberikan makanan ikan, pelaku budi daya harus memahami karakteristik ikan sehingga makanan tersebut dapat termakan, dicerna, dan dapat menghasilkan energi untuk pertumbuhan. Untuk itu, sangat penting bagi pembudidaya ilmu makanan ikan dan pendukungya.

A. Arti Penting Makanan Bagi Ikan

Salah satu ciri makhluk hidup yang membedakan dari benda mati adalah terjadinya proses metabolisme, yaitu proses pertukaran molekul yang berlangsung secara terus-menerus. Pertukaran molekul tersebut dapat terjadi di antara bagian-bagian tubuh makhluk hidup itu sendiri dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Proses metabolisme terdiri dari 2 proses, yaitu proses anabolisme dan katabolisme. Anabolisme merupakan proses pembentukan (sintesis) bahan-bahan atau subtansi sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks. Proses katabolisme merupakan proses pemecahan substansi yang kompleks menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana.
Pada proses anabolisme membutuhkan bahan baku yang berasal dari energi dalam makanan. Pada proses katabolisme menghasilkan sejumlah energi yang didahului dengan pemecahan bahan kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana. Energi ini dapat diubah menjadi energi panas, energi mekanik, energi kimia, atau energi listrik yang dibutuhkan oleh tubuh ikan. Agar proses katabolisme berlangsung terus-menerus, dibutuhkan bahan bakar yang berasal dari bahan makanan. Proses anabolisme dan katabolisme akan menghasilkan bahan-bahan sisa (limbah) yang dibuang keluar tubuh organisme berupa kotoran.
Sejumlah besar organisme membutuhkan penyediaan materi dan energi yang berasal dari molekul organik yang dimakannya. Nutrisi atau zat makanan yang berupa molekul organik dan telah terbentuk sebelumnya disebut heterotrofik. Organisme yang memanfaatkan makanan jenis ini disebut organisme heterotrof. Mikroorganisme, tanaman yang tidak berklorofil, dan semua hewan, termasuk ikan bersifat heterofik sehingga supaya tetap hidup organisme yang memanfaatkan nutrisi yang berkloforil termasuk organisme golongan ini.
Semua makanan yang akan diberikan pada ikan harus memperhatikan beberapa syarat, seperti jenis makanan, bentuk, ukuran, keras dan lunak, bau, rasa, serta kandungan gizinya. Ilmu yang mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan makan, makanan, dan cara makan ikan disebut ilmu makanan ikan (fish nutrition).

B. Pentingnya Mempelajari Ilmu Makanan Ikan

Ikan dapat tumbuh optimal jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi seimbang. Dengan kata lain, ikan membutuhkan makanan yang lengkap dalam jumlah yang cukup.
Dalam budi daya perikanan saat ini terjadi kecenderungan bahwa semakin besar perusahaan maka perusahaan tersebut akan dikelola semakin intensif. Artinya, pada lahan yang kapasitas volumenya sama, padat penebarannya semakin bertambah banyak agar hasil produksinya meningkat. Namun, pengelolaan pada tingkat padat penebaran tinggi dilakukan dengan biaya produksi yang rendah. Untuk mencapai hal tersebut, ikan harus diberi makanan ikan, terutama pakan buatan.
Tujuan penggunaan pakan buatan adalah untuk meningkatkan produksi dengan waktu pemeliharaan yang singkat, ekonomis, dan masih memberikan keuntungan meskipun padat penebarannya tinggi. Oleh karena itu, bahan baku pakan yang digunakan harus bergizi tinggi, harganya murah, mudah didapat, dan tersedia secara berkesinambungan dalam jumlah memadai. Bahan baku yang memenuhi syarat untuk dgunakan sebagai bahanmakanan ikan adalah bahan-bahan sisa atau hasil samping dari indutri atau dari pertanian, seperti dedek halus, bungkil kelapa, bungkil kacang, ampas tahu, peperutan (jeroan) ikan, kepala udang, kepompong ulat sutera, isi perut hewan ternak, dan darah hewan ternak. Supaya ekonomis dan menguntungkan, penggunaan bahan pakan tersebut harus efesien. Efisien yang dimaksud adalah dalam hal jumlah pemberian ransum dan komposisi gizi pakannya. Kedua faktor tersebut erat sekali hubungannya dengan kebutuhan nutrisi ikan yang dipelihara. Jumlah ransum dan komposisi gizi dibutuhkan oleh seekor ikan berbeda-beda dan selalu berubah. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh jenis ikan, umur ikan, dan ketersediaan makanan ikan alami di dalam tempat peliharaannya. Semua masalah tersebut di atas perlu dikaji secara seksama.

C. Ilmu-Ilmu Pendukung

Dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu makanan ikan, banyak ilmu-ilmu lain yang diperlukan untuk mendukungnya, seperti biologi ikan, biologi perikanan, kimia, biokimia, gizi, fisika, mikrobiologi, matematika, statistika, teknik, dan sosial ekonomi.
Biologi ikan berkaitan dengan jenis makanan ikan dan perubahan makanan ikan sesuai dengan perubahan umur atau ukuran, cara makan, sistem pencernaan, serta konsumsi harian. Biologi perikanan berhubungan dengan pengkajian-pengkajian terhadap ikan sebagai suatu populasi. Misalnya, laju pertumbuhan, laju kematian, dan migrasi (ruaya).
Ilmu kimia digunakan untuk melakukan analisis mengenai komposisi kimia pakan dan bahan bakunya. Biokimia diperlukan untuk menganalisis proses metabolisme. Ilmu fisika berguna untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor fisik pakan, lingkungan, transfer energi terhadap proses fisiologis perubahan mutu pakan yang diakibatkan aktivitas mikroorganisme (jasad renik) dan juga untuk mempelajari organisme parasit pada ikan,
Matematika berguna dalam membuat perhitungan-perhitungan berdasarkan rumus-rumus tertentu, sedangkan statistik dapat membantu membuat kesimpulan-kesimpulan dengan membandingkan data-data yang ada. Ilmu teknik sangat berperan dalam desain dan penciptaan alat-alat modern yang digunakan untuk kelancaran kegiatan usaha budi daya ikan.
Ilmu sosial berkaitan dengan pertimbangan kompetisi dalam penggunaan bahan baku dengan konsumsi manusia. Jika tejadi persaingan maka perlu dibatasi penggunaannya dan dicarikan bahan pengganti atau substitusinya. Ilmu ekonomi berkaitan dengan pertimbangan untung-ruginya dalam pengadaan maupun penggunaan pakan yang bersangkutan. Keuntungan dan kerugian ditinjau dari pihak produsen maupun petani selaku pengguna pakannya.
Semakin baik penguasaan akan ilmu-ilmu pendukung tersebut, pemahaman terhadap ilmu makanan ikan juga akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan ilmu makanan ikan adalah ilmu terapan (applied science) maka baik dan tidaknya akan langsung terlihat di dalam penggunaannya secara praktis di lapangan.

Sumber :
http://www.sdi.kkp.go.id/index.php/arsip/c/798/Makanan-Ikan-dan-Ilmu-Pendukungnya/?category_id=27
http://saunggroup.blogspot.com/2011/10/tips-pemberian-pakan.html

Senin, 03 Juli 2017

Cara Budidaya Ikan Papuyu Secara Profesional

Cara Budidaya Ikan Papuyu Secara Profesional


Ikan Papuyu, mungkin hanya beberapa orang yang mengenal ikan ini, karena hanya sedikit daerah yang terdapat ikan ini khusunya berada di kalimantan Selatan. Ikan Papuyu ini hampir sama dengan ikan gabus yang telah menjadi primadona, karena rasa yang sangat lezat dan juga memang sering dihidangkan sebagai upacara adat dari Suku banjar. Tapi ikan yang mempunyai nama latin Anabas testudneus ini ternyata populasinya semakin berkurang karena penangkapan yang tidak selektif dan dengan adanya penduduk warga yang menggunakan bahan peledak sebagai penangkapan ikan. Untuk itu diperlukan dalam hal membudidayakannya seperti salah satu institusi yang berhasil ialah Balai Budidaya Air Tawar. Sebenarnya Ikan Papuyu ini telah lama dikenal diberbagai macam di indonesia. Selain sebutan Ikan Papuyu, ternyata memiliki nama lain ditiap daerah, seperti di Jawa dan Sunda menamai ikan ini sebagai ikan Betik, Kalimantan Selatan sendiri dengan nama Ikan Papuyu, Puyu dari malaya dan kalimantan Timur, Di Padang diberi nama Puyu - puyu, dan di Bintan dengan nama Puyo - puoy, Manado dengan nama Geteh - geteh, dan untuk danau Matanua bernama Kusang. Untuk dalam bahasa inggris sendiri, Ikan Papuyu dikenal dengan nama climbing gouramy atau juga climbing perch karena kemampuannya yang memanjat kedaratan. Ikan Papuyu menyebar dari India, Cina sampai Asia Tenggara dan Kepulauan Nusantara yang ada disebelah barat Garis Wallace. Berikut ini cara budidaya Ikan Papuyu atau ikan Betok agar berhasil dengan hasil yang banyak.

Cara Budidaya Ikan Papuyu

 

1. Ciri Jantan dan Betina Ikan Papuyu

Untuk membedakan Ikan Papuyu jantan dan betina, dapat dilihat dari tanda tubuhnya. Untuk tanda betina, tubuh memanjang, perut agak gendut, warna agak kusam, gerakan lamban, lubang kelaminnya membulat dan berukuran 100 gram. Sedangkan untuk tanda jantan, tubuh membulat, gerakan lincah, warna cerah, lubang kelamin memanjang dan berukuran antara 100 gram.

2. Pemijahan Ikan Papuyu

Pemijahan dari Ikan Papuyu ini dilakukan dengan cara semi buatan, yakni induced spawning. Dengan cara, siapkan akuarium yang berukuran 60 x 50 x 45 cm, dan keringkan selama waktu 3 hari, setelah itu isi air setinggi 30 cm, dan hidupkan 2 titik aerasi dan biarkan hidup saat selama pemijahan, suntuk 2 ekot induk betina disore hari dengan menggunakan ovaprim dosis 0,5 ml/kg dan masukkan kedalam akuarium, sedangkan untuk jantan, suntik 8 ekor dan satukan dengan betina, biarkan memijah. Perbandingan antara keduanya jantan dan betina ialah 4 : 1. Pemijahan yang akan terjadi saat tengah malam sampai pagi hari dan telur hasil pemijahan menempel di dinding akuarium.

3. penetasan dan Pemeliharaan Larva Ikan Papuyu

Penetasan yang akan dilakukan diakuarium pemijahan yakni dengan memindahkan induk kekolam pematangan gonad. Di suhu 29-30 derajat Celcius, telur akan menetas sekitar 20-24 jam. Larva dipelihara selama 3 hari penuh sampai kuat untuk berenang. Untuk pakan sendiri, diberi artemia atau adlibitum. Setiap induk betina dapat menghasilkan larva sekitar 14.500 ekor.

4. Pendederan I Ikan Papuyu

Pendederan I dilakukan didalam hapa yang terpasang dikolam dengan cara menyiapkan kolam yang memiliki ukuran 200 m2, dan keringkan selama 4-6 hari dan isi air setinggi 40-60 cm, tebarkan 4 karung kotoran ayam atau bisa juga puyuh dan biarkan selama 4-5 hari, kemudian pasang 4-10 hapa yang ukurannya 200 x 100 x 80 cm dengan tiang - tiang bambu. masukkan sekitar 2000 ekot larva dan beri pakan tambahan seperti pelet halus dalam waktu seminggu. Saat itu larva telah berukuran 0,5 cm.

5. Pendederan II dan III Ikan Papuyu

pendederan II seperti pendederan I, bedanya hanya pada penebaran benih yang berasal dari pendederan I dengan kepadatan 200-300 ekor/m2 dan beri pakan tambahan pelet halus sebanyak kurang lebih 500 g/hari diawal, 750 g/hari minggu kedua, 1000 g/hari diminggu ketiga atau juga bisa sesuai kebutuhan dengan jangka waktu pendederan II selama 1 bulan dan saat itu benih telah mencapai ukuran 1-3 cm. Untuk pendederan III sendiri sama seperti pendederan I yang dilakukan selama 30 hari dan benih telah mencapai ukuran 3 hingga 5 cm.

6. Pembesaran Ikan Papuyu

pembesaran sendiri dilakukan dikolam dengan cara menyiapkan kolam yang ukurannya 500 m2, keringkan 4-6 hari dan isi air setinggi sekitar 40-60 cm dan tebarkan 6 karung dari kotoran ayam atau puyuh serta dibiarkan selama 4-5 hari, kemudian tebarkan benih yang asalnya dari pendederan II dengan kepadatan 50 ekor/m2 lalu diberi pakan berupa pelet 5%/hari. Pembesaran sendiri dilakukan selama waktu 6 bulan dan selama itu pula berat Ikan Papuyu mencapai 60-75 gram.

7. Pembesaran Ikan Papuyu di Jaring Tancap

Pembesaran Ikan Papuyu sendiri dapat dilakuan di jaring tancap dengan cara memilih lokasi dipinggir perairan yang mempunyai kedalam 1-1,5 m, dan siapkan sejumlah jaring yang ukuran panjangnya 4 x 3 x 1 dengan mess 0,5 cm. Pasang jaring yang mengikat ditiang -tiang yang tahan terhadap air, seperti halnya kayu ulin, tebarkan benih Ikan Papuyu yang asalnya dari tahapan pendederan III dengan memiliki kepadatan 50 hingga 100 ekor/m2, beri pakan tambahan yakni pelet sebanyak 5%/harinya dan frekuensi 4x. Pembesaran di jaring tancap juga berlangsung selama 6 bulan yang mana pada saat itu Ikan Papuyu telah berukuran 65 hingga 75 gram.

Demikianlah informasi mengenai cara budidaya Ikan Papuyu atau ikan Betok agar berhasil dengan hasil yang banyak. Untuk mendapatkan informasi lain mengenai halnya cara budidaya, silahkan berkunjung ke blog budidaya lengkap, semoga bermanfaat.

PENGOLAHAN IKAN GURAME

PENGOLAHAN IKAN GURAME A.       Potensi Ikan Gurami Ikan  Gurami  adalah jenis  ikan air tawar  yang sangat populer dan digemar...