Penilaian Mutu Organoleptik Ikan Mujair (Tilapia mossambica) Segar Dengan Ukuran Yang Berbeda Dalam Penyimpanan Dingin
Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat yang sama seperti ikan hidup baik berupa bau dan tekstur. Penggunaan suhu rendah 00C pada ikan basah atau segar dapat memperpanjang proses rigormortis, dapat menekan kegiatan bakteri, kimiawi dan perubahan organoleptik. Dengan demikian penyimpanan pada suhu rendah dan waktu pengolahan cepat menentukan kecepatan penurunan mutu ikan segar setelah ikan mati.
Uji organopleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Uji organoleptik atau uji indra sensori sendiri merupakan cara pengujian dengan menggunakan panca indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakana lainnya dar suatu produk. Adapun tujuan uji organoleptik adalah untuk :
1) Pengembangan produk dan perluasan pasar
2) Pengawasan mutu (bahan mentah, produk dan komoditas)
3) Perbaikan produk
4) Membandingkan produk sendiri dengan produk pesaing
5) Evaluasi penggunaan bahan, formulasi dan peralatan baru
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmeilita Taher di Laboratorium Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT menunjukan bahwa penilaian mutu organoleptik ikan mujahir (Tilapia mossambica) segar untuk ukuran 500 gr dan 250 gr tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pada penyimpanan hingga hari ke-2 ikan masih dikategorikan segar, sedangkan pada penyimpanan hari ke-4 ikan sudah dikategorikan ditolak.
Pengujian Organoleptik
Nilai organoleptik dari ikan mujahir (Tilapia mossambica) didapat dari hasil penilaian terhadap mata, insang, tekstur dan bau.
1) Mata
Dari hasil penilaian organoleptik terhadap mata dari ikan mujahir dapat diperoleh nilai rata-rata untuk ukuran ikan 250 gr dan 500 gr pada penyimpanan 0 hari adalah nilai 9. Hal ini menunjukan kan termasuk dalam kategori ikan segar, karena secara organoleptik bola mata masih menonjol, pupil berwarna hitam cerah mengkilap dan kornea selaput mata masih jernih. Pada penyimpanan hari ke-2, menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 6,95 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 6,90. Secara organoleptik menunjukan perubahan yaitu bola mata agak cekung, warna pupil mata berubah warna keabu-abuan, dan kornea mata menjadi agak keruh. Pada penyimpanan hari ke-4 menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 1,20 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 1,25. Secara organoleptik menunjukan perubahan yang sangat nyata yaitu bola mata cekung dan bagian hitamnya tenggelam, pupul tampak putih susu, dan kornea mata sudah menjadi keruh.
Dari hasil analisis organoleptik mata, dapat disimpulkan semakin lama penyimpanan maka nilai rata-rata organoleptik semakin menurun.
2) Insang
Dari hasil penilaian organoleptik terhadap insang dari ikan mujahir dapat diperoleh nilai rata-rata untuk ukuran ikan 250 gr dan 500 gr pada penyimpanan 0 hari adalah nilai 9, menunjukan bahwa ikan tersebut masih segar karena insang masih berwarna merah cemerlang, bersih tanpa lendir yang berasal dari bakteri, dan bau masih segar spesifik dengan jenisnya. Pada penyimpanan hari ke-2, menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 6,60 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 6,70. Secara organoleptik insang mulai timbul kepudaran warna menjadi merah agak kusam yaitu dari merah muda menjadi merah cokelat, tampak lendir, dan bau mulai menusuk dimana bau asam lebih nyata. Pada penyimpanan hari ke-4 menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 1,45 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 1,80. Secara organoleptik insang menunjukan perubahan warna menjadi merah cokelat sampai cokelat/ kelabu, tertutup dengan lendir tebal, dan bau busuk. Secara organoleptik ikan tersebut tidak dapat dikonsumsi lagi.
Dari hasil analisis organoleptik insang, dapat disimpulkan semakin lama penyimpanan maka nilai rata-rata organoleptik semakin menurun, hal ini dikarenakan perubahana warna insang akibat adanya aktifitas peningkatan jumlah mikroba/ bakteri pada insang.
3) Tekstur
Dari hasil penilaian organoleptik terhadap tekstur dari ikan mujahir dapat diperoleh nilai rata-rata untuk ukuran ikan 250 gr dan 500 gr pada penyimpanan 0 hari adalah nilai 9, menunjukan bahwa ikan tersebut masih segar karena memiliki tekstur yang masih padat dan kenyal, sulit menyobek daging dan tulang belakang. Pada penyimpanan hari ke-2, menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 7,65 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 7,60. Secara organoleptik daging agak lunak, sisik mulai mudah lepas, tetapi bila ditekan belum ada bekas jari. Pada penyimpanan hari ke-4 menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 2,45 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 2,35. Secara organoleptik tekstur sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang, sisik banyak yang lepas, dan daging mudah sobek dari tulang belakang.
Perubahan tekstur dimana daging menjadi lebih lunak terjadi apabila ikan sudah mulai mengalami kemunduran kualitas, hal ini disebabkan oleh mulai terjadinya perombakan pada jaringan otot daging oleh proses enzimatis.
4) Bau
Dari hasil penilaian organoleptik terhadap bau dari ikan mujahir dapat diperoleh nilai rata-rata untuk ukuran ikan 250 gr dan 500 gr pada penyimpanan 0 hari adalah nilai 9, menunjukan bahwa ikan tersebut masih segar karena memiliki bau yang khas ikan segar. Pada penyimpanan hari ke-2, menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 7,4 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 7,45. Secara organoleptik bau ikan segar mulai menghilang, namun belum ada bau asam. Pada penyimpanan hari ke-4 menunjukan ikan dengan boot 250 gr memiliki nilai rata-rata 1,3 sedangkan menunjukan ikan dengan boot 500 gr memiliki nilai rata-rata 1,5. Secara organoleptik sudah mulai tercium bau busuk dan amoniak yang menyengat.
Pembusukan pada ikan bersifat ketengikan oksidatif, perubahan ini terjadi akibat oksidasi lemak sehingga menimbulkan bau tengik.
Sumber :
1. Hasil Penelitian Nurmeilita Taher (Staf Pengajar FPIK-Unsrat, Manado) dalam Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume VI Nomor 1, April 2010.
2. Soekarto, S. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
3. https://Rifki1116058.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar