Sabtu, 05 Agustus 2017

PROSES PEMBUATAN PAKAN


PROSES PEMBUATAN PAKAN


Proses pembuatan pakan merupakan kelanjutan dari proses pemilihan dan pengolahan bahan baku. Dalam proses pembuatan pakan ditempuh berbagai tahap, yaitu penggilingan/penepungan, pencampuran, pencetakan, pengeringan, dan pembentukan.

A.   Penggilingan/Penepungan
Penggilingan/penepungan adalah untuk memperkedl dan menghaluskan bahan baku yang semula masih berbentuk gumpalan atau bongkahan sehingga permukaannya menjadi lebih luas.  Dengan demikian, nilai kandungan nutrisi per satuan berat pakan yang dimangsa oleh ikan menjadi lebih besar. Penggilingan/penepungan juga akan mempermudah proses berikutnya, yaitu pencampuran dan pencetakan/pemeletan.

Perlu diperhatikan bahwa pada saat berlangsung proses penggilingan/penepungan, sering kali laju oksidasi bahan baku meningkat karena permukaan partikel semakin luas sehingga memudahkan kontak dengan oksigen di udara.  Oleh karena itu, zat antioksidan seringkali ditambahkan pada saat proses ini berlangsung.  Penambahan zat antioksidan pada proses ini dapat memberikan keuntungan ganda, yaitu 1) meningkatkan stabilitas bahan terhadap oksidasi udara dan mengurangi tingkat oksidasi selama proses berlangsung, dan 2) memperbesar tingkat pencampuran zat antioksidan yang jumlahnya
Hasil Penggilingan/penepungan perlu diayak lagi untuk mendapatkan Partikel yang sesuai dengan stadia pertumbuhan ikan/udang tidak terlalu besar secara lebih merata sehingga stabilitas produk akhir cerhadap proses oksidasi menjadi lebih terjamin.
Bahan baku yang telah digiling kemudian diayak untuk mendapatkan partikel yang sesuai dengan kebutuhan ikan.  Semakin kecil stadia ikan maka partikel pakan semakin halus. Beberapa jenis bahan pengayak yang dapat digunakan antara lain ayakan kawat, ayakan nilon, ayakan kopi, dan lain-lain.  Peralatan lain yang digunakan dalam proses penggilingan/penepungan antara lain alat penumbuk padi, alat penggiling, mesin penepung (hammer mill) atau grinder yang digerakkan dengan tenaga listrik.  Selain cukup sederhana dan tidak perlu investasi besar, .peralatan ini dapat menghemat tenaga manusia, produk yang dihasilkan juga cukup lumayan, yaitu dapat mencapai tingkat produksi sekitar 240—400 kg/hari.

B.    Pencampuran
Bahan baku yang telah berbentuk tepung ditimbang sesuai dengan jumlah bahan baku yang akan digunakan.  Apabila bahan baku yang akan digunakan cukup banyak sebaiknya digunakan timbangan
 Serok berfungsi sebagai pengganti mixer untuk mencampur bahan dalam jumlah banyak duduk atau timbangan beras. Namun, bila sedikit sebaiknya menggunakan timbangan kue atau timbangan lainnya yang mempunyai tingkat ketelitian lebih tinggi.
Setelah ditimbang, bahan dicampur secara merata dan homogen agar seluruh bagian pakan yang dihasilkan mempunyai komposisi  zat  gizi  yang   merata   dan   sesuai  dengan   formulasi.     Pencampuran bahan-bahan dilakukan secara bertahap mulai dari bahan yang volumenya paling besar hingga bahan yang volumenya paling kecil. Pencampuran bahan baku dalam jumlah kecil dapat dilakukan pada wadah dan pengadukannya dapat dilakukan dengan tangan atau alat seperti centong nasi.   Pencampuran bahan baku  dalam jumlah besar biasanya menggunakan alat bantu, misalnya serok sebagai pengganti mesin pencampur (mixer).   Untuk memperoleh basil yang sempurna dan homogen dan apabila biaya tersedia maka dianjurkan menggunakan mesin pencampur (mixer).

C.   Pencetakan/Pemeletan
Setelah tercampur merata, campuran bahan baku tersebut kemudian diseduh dengan air panas dan diaduk lagi hingga menjadi adonan yang berbentuk pasta.  Pasta ini kemudian digiling dengan alat  pencetak.     Alat  pencetak  yang  paling  sederhana  menggunakan alat penggiling daging dan yang lebih canggih berupa mesin pencetak pelec (CPM pellet mill).   Jika menggunakan alat ini maka bahan baku harus dalam keadaan kering.

D.  Pengeringan           
Bahan baku yang telah tercetak menjadi pelet kemudian dikeringkan.  Pengeringan ini untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam pakan atau pelet sehingga menjadi minimal dan stabil (seldiar  10%).    Dengan  demikian,  pakan  tidak  mudah  ditumbuhi Jamur atau mikrobe yang telah dibuat.
Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan bantuan sinar matahari dan secara mekanik dengan bantuan alat (oven) pengering. Kedua cara tersebut tentu mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Pengeringan secara alami, misalnya, tidak memerlukan biaya investasi  dan operasional  alat,  tetapi sangat tergantung pada terik sinar matahari dan diperlukan lahan untuk penjemuran.  Sebaliknya, jika digunakan alat pengering maka diperlukan biaya investasi dan operasional alat, tetapi pengeringan dapat dikerjakan di setiap waktu tanpa terikat musim, luas lahan yang dibutuhkan untuk pengeringan dapat ditekan, suhu lebih mudah diacur sesuai keinginan.
Berdasarkan kelebihan dan kelemahan tersebut dan bila lahan penjemuran tersedia maka pada saat terik matahari sebaiknya dilakukan pengeringan secara alami (penjemuran).  Sebaliknya, bila tiba musim hujan atau lahan penjemuran tidak cukup tersedia maka sebaiknya digunakan alat pengering walaupun diperlukan biaya tambahan.
Pengeringan secara alami dengan bantuan sinar matahari merupakan alternatii uncuk menghemat biaya operasional, terutama jika

Pada saat dijemur,  pellet sesekali dibalik-balik agar proses pengeringan lebih meratalahan penjemuran cukup tersedia. Untuk  mengatasi biaya investasi yang besar bagi pengadaan alat pcngering maka dibuat alat pengering sederhana yang menggunakan tenaga kompor minyak tanah yang sangat cocok  dikembangkan  di  pcdcsaan,  tcrmasuk  untuk  mengeringkan pakan atau pelet yang telah dibuat.

E.   Pembentukan
Bentuk pakan berkaitan erat dengan tingkat stadia (umur) ikan. Ikan dengan stadia dini (larva) biasanya diberi pakan berbentuk tepung (powder), suspensi, atau lembaran; ikan stadia juvenil diberi pakan berbentuk remah (crumble); ikan stadia lanjut (dewasa) diberi pakan bentuk pelet.
Sesuai dengan kebutuhan jenis dan stadia ikan maka pakan yang semula  berbentuk  pelet  dapat  dijadikan  bentuk  lain  misalnya bentuk rumah, tepung, atau bentuk-bentuk lainnya dengan menggunakan alat yang paling sederhana (misalnya penggiling kopi).
Mesin untuk mengubah .pakan berbentuk pelet menjadi bentuk tepung disebut mesin mikro pulverizer, sedangkan alat untuk mengubah menjadi bentuk remah disebut mesin crumble.   Setelah proses  pembuatan  pakan  selesai  maka  pelet  yang  dibuat  siap dikonsumsi ikan atau dipasarkan.

Referensi:
Sahwan M. F., 1999.  PAKAN IKAN DAN UDANG (Formulasi, Pembuatan, Analisis Ekonomi). Penebar Swadaya, Jakarta.

Selasa, 01 Agustus 2017

Udang Putih Produksi Ditambak Sistem Resirkulasi

Udang Putih Produksi Ditambak Sistem Resirkulasi

BATASAN
Standar ini menetapkan persyaratan produksi dan tata cara pengukuran. Deskripsi: kegiatan pemeliharaan udang dengan pengelolaan air secara pakai ulang, air baku didesinfeksi dan air yang digunakan selama proses produksi harus dilakukan perbaikan kualitasnya secara fisika, kimia dan biologi. 

PERSYARATAN PRODUKSI
Pra produksi
1)   Lokasi : dekat sumber air dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup dan tidak tercemar. Persyaratan kualitas air: suhu 28°C-32°C, salinitas 10 ppt-35 ppt, pH 7,58,5, bahan organik 50ppm-60ppm. 
2)   Wadah : petak tandon/karantina, petak pemeliharaan dan petak pengolahan limbah. 
3)   Benih yang digunakan PL 12. 
4)   Biofilter : rumput laut, kekerangan, kakap, bandeng, belanak, mujair, nila merah dan keting.
5)   Peralatan : PLN, generator, pompa air, kincir dan peralatan lapangan. 
6)   Bahan kimia : desinfektan, kapur, pupuk. 
7)   Pakan : protein 36%-40%, lemak 4%-6%, serat kasar 3% dan kadar air 10%.


Proses produksi
1)   Penyiapan petakan tambak : pengeringan tanah dasar tambak, pemberantasan hama menggunakan saponin 15-20 ppm, pemupukan dasar tambak menggunakan pupuk organik dan anorganik 200 kg/ha dan pengisian air dengan ketinggian 1,2 m dilanjutkan aplikasi desinfektan dan didiamkan selama 7 hari sebelum tebar benih. 
2)   Padat tebar : semi intensif 8 -15 ekor per m2; intensif >16 ekor per m2. 
3)   Pengelolaan pakan : dosis pemberian pakan berdasarkan berat udang seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel : Dosis pemberian pakan berdasarkan berat udang putih


4)   Pengelolaan air : penggantian air 10 – 20 % per hari.
5)   Waktu pemeliharaan : 105 -120 hari atau ukuran 18 -24 g per ekor.

TATA CARA PENGUKURAN
1)   Kualitas air : parameter fisika (suhu menggunakan termometer, pH menggunakan kertas lakmus, salinitas menggunakan salinometer, kedalaman menggunakan papan skala dan kecerahan menggunakan sechi disk); parameter kimia (DO, amonia, nitrat, nitrit da bahan organik sesuai APHA); parameter biologi (jumlah plankton dihitung dengan haemocytometer). 
2)   Kualitas tanah : pH dan redoks potensial menggunakan Redoks Potensio Meter, satuan mV, bahan organikmenggunakan gravimetri.
3)   Penggunaan bahan : dosis pupuk dan kapur seperti pada tabel dibawah ini. 

Tabel : Jenis, dosis pupuk dan kapur


4)   Pengelolaan air : persentase penggantian air seperti tabel dibawah ini.
Tabel : Persentase penggantian air


5)   Penghitungan indikator budidaya : melalui jumlah tebar, bobot rata-rata, populasi, biomass dan sintasan.
6)   Pemanenan : menggunakan alat panen, bahan dan waktu panen saat suhu rendah dengan cara mengeluarkan air dan kemudian udang ditampung dalam jaring kantong.

REFERENSI
BSN, 2002. SNI  01-6925-2002  Udang Putih (Penaeus merguensis, de Man)  produksi di Tambak Sistem Resirkulasi. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
https://www.google.co.id/search

Tuesday, 24 October 2017

Pakan Buatan Untuk Ikan Sidat (Anguilla spp) pada Budidaya Intensif (Ringkasan SNI 01-4413-2006)



BATASAN
Standar ini menetapkan syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji dan pengukuran, syarat penandaan dan cara pengemasan. SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-44131997.
SYARAT MUTU
Syarat mutu pakan ikan sidat ukuran elver, fry dan pembesaran seperti pada tabel dibawah ini. 
Tabel : Syarat mutu pakan ikan sidat ukuran elver, fry dan pembesaran

CARA PENGAMBILAN CONTOH 
Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 01-2326-1991

CARA UJI DAN PENGUKURAN
1)   Cara uji kimia : a) kadar air, sesuai SNI 01-2354.2-2006, Penentuan kadar air pada produk perikanan; b) kadar abu total, sesuai SNI 01-2354.1-2006, Penentuan kadar abu pada produk perikanan; c) kadar lemak total sesuai SNI 01-2354.3-2006, Penentuan, kadar lemak total pada produk perikanan; d) kadar protein, sesuai SNI 01-2354.4-2006, Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan; e) kadar serat kasar, sesuai SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman; f) non protein nitrogen dengan metode nitrogen bebas; g) kadar antibiotika (tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin dan doksisiklin) dan turunannya berdasarkan SNI 01-4494-1998. Penentuan tetrasiklin dan derivatnya dalam udang dan ikan secara kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC); h) kadar residu antibiotika kloramfenikol dilakukan dengan metoda kromatografi cair kinerja tinggi atau kromatografi gas.
2)   Cara penentuan mikroba : a) kadar Salmonella sesuai SNI 01-2332.2-2006, Penentuan Salmonella pada produk perikanan; b) kandungan aflatoksin dengan metode analisis aflatoksin terhadap  bahan (makanan kacang tanah, kelapa, dan kelapa hibrida).

SYARAT PENANDAAN
Tulisan pada kemasan dalam bahasa Indonesia dengan mencamtumkan : merk dagang, nama produsen, klasifikasi pakan, bobot netto, jenis bahan yang digunakan, jenis bahan yang ditambahkan, kandungan nutrisi, cara penyimpanan, cara penggunaan, bentuk dan sifat fisik, kestabilan dalam air, tanggal kadaluarsa dan kode produksi.

CARA PENGEMASAN
Dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, aman dalam penyimpanan dan pengangkutan.

REFERENSI
BSN, 2006. SNI 01-4413-2006  Pakan Buatan Untuk Ikan Sidat (Anguilla spp)  pada Budidaya Intensif. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
https://www.google.co.id/search

Induk Udang Rostris (Litopenaeus stylirostris) Kelas Induk Pokok (parent stock) (Ringkasan SNI 01-7257-2006)



BATASAN
Standar ini  menetapkan persyaratan, cara pengukuran dan pemeriksaan induk udang rostris kelas induk pokok. 
PERSYARATAN 
Kualitatif  
1)   Asal : induk hasil pemuliaan. 
2)   Warna  : transparan kebiruan. 
3)   Bentuk tubuh : kepala lebih pendek dari abdomen punggung mendatar. 
4)   Kesehatan : anggota/organ tubuh lengkap dan tidak cacat, tidak ditempeli parasit, dan tidak berlumut, alat kelamin jantan tidak ada bercak hitam, insang bersih dan tidak bengkak serta bebas virus. 
5)   Kekenyalan tubuh : tidak lembek dan tidak keropos.
6)   Gerakan : bergerak aktif normal, kaki renang dan ekor membuka bila di dalam air. 

Kuantitatif  
Persyaratan induk udang rostris hasil pemuliaan seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel : Persyaratan induk udang rostris hasil pemuliaan


CARA PENGUKURAN DAN PEMERIKSAAN 
1)   Menentukan umur : dihitung sejak 80 % mysis 3 yang telah berubah menjadi PL1. 
2)   Pemeriksaan kematangan gonad induk yang siap pijah : melihat perkembangan gonad, ditandai munculnya warna biru  keabu-abuan dan lekukan gonad dibagian punggung induk betina (ditempeli spermatofor pada telikumnya). 
3)   Mengukur panjang tubuh dan kepala : panjang tubuh diukur dari ujung rostrum sampai ujung telson (cm); panjang kepala diukur dari rostrum bagian depan sampai bagian belakang (cm).
4)   Mengukur berat badan : dengan menimbang (g).
5)   Pengamatan spermatofor pada induk jantan yang siap kawin ditandai dengan garis yang berwarna putih pada pangkal kaki jalan ke 5.
6)   Pemeriksa kesehatan : pengambilan contoh 10 % per 100 ekor, pengamatan visual untuk pemeriksaan ektoparasit dan morfologi, pengamatan mikroskopik untuk pemeriksaan jasad patogen, pengamatan virus sesuai dengan Manual of Diagnostic Test for aquatic animal, pengambilan sampel induk sebanyak 5 ekor untuk 1 sampel.

REFERENSI
BSN, 2006. SNI  01-7257-2006  Induk Udang Rostris (Litopenaeus stylirostris)  Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
https://www.google.co.id/search

PENGOLAHAN IKAN GURAME

PENGOLAHAN IKAN GURAME A.       Potensi Ikan Gurami Ikan  Gurami  adalah jenis  ikan air tawar  yang sangat populer dan digemar...