Jumat, 13 April 2018

MANAGEMEN BUDIDAYA PADA PEMBESARAN LELE SISTEM BIOFLOC

MANAGEMEN BUDIDAYA PADA PEMBESARAN LELE SISTEM BIOFLOC


A. PANEN
1.   Rotasi Panen
a.  Pengelolaan mudah, panen terjadwal dan kontinuitas produksi terjaga
b.  Penghematan cash how, dengan sistim rotasi cashflow bisa dihemat sampai dengan 35% sedangkan profit margin/keuntungan masih tetap
c.  Rutinitas panen dan tebar benih, membantu kontinuitas supply konsumsi dan ketersediaan benih
d.  Hindari panen raya ( harga stabil ), waktu tebar yang bersamaan memungkinkan terjadinya panen raya yang menyebabkan harga jatuh
e.  Rotasi panen kawasan, waktu panen dalam satu kawasan hendaknya tidak seragam, diperlukan komunikasi dengan sesama pembudidaya

2.   Target Panen Ideal
a.  Waktu               : sesuai rencana dan sistem rotasi
b.  Ukuran              : sesuai dengan ukuran pasar (size, volume)

3.   Pengelolahan Panen
a.  Waktu panen                       : pagi/ sore (hindarkan suhu eksteem)
b.  Penanganan cepat dan tepat (grading akurat)

B.  RECORDING
1.   Kontrol harian/ siklus,
sangat berguna untuk bahan evaluasi siklus budidaya selanjutnya dan untuk perbandingan dengan sistem yang berbeda, kontrol harian ini membutuhkan checklist yang harus diisi oleh pembudidaya atau oleh operator
2.   Fluktuasi pasar,
untuk mengetahui fluktuasi harga dan trend permintaan pasar untuk menghindari harga jatuh akibat over suply produksi
3.   Fluktuasi kendala/ penyakit ,
berguna untuk antisipasi terhadap ancaman penyakit yang berbeda pada setiap musim  ( pancaroba, hujan, kemarau )
4.   Keuangan dan harga panen,
sebagai evaluasi kelayakan bisnis, untuk mempertimbangkan perluasan usaha dan permodalan.

C.  BIOSECURITY
1.   Kawasan kolam steril, aman dari gangguan manusia (anak-anak) dan predator (hewan pemangsa)
2.   Aman dari gangguan suara, fisik dan cahaya, temperatur, gangguan ini sangat berpengaruh langsung terhadap menurunnya sistim kekebalan tubuh ikan sehingga ikan dalam waktu yang singkat mudah stress dan terserang penyakit
3.   Peralatan digunakan hanya untuk perkolam, untuk menghindari penyebaran dan penularan penyakit





Catatan:
Beberapa jenis bakteri (misal: Edwardsiela sp.) dalam bentuk spora bisa bertahan selama 6 bulan dalam kondisi kering, beberapa jenis lagi (flagelata) bahkan bisa bertahan sampai lebih dari 1 tahun dalam bentuk cysta. Jadi menjadi sangat penting proses disinfektan kolam dan peralatan untuk menghindari penularan dan berkembangnya penyakit.


REFERENSI:

FKMP, 2013. Bahan Tayang “Budidaya Lele dengan Sistem Biofloc pada Pelatihan Biofloc tanggal 2-5 Juni 2013 di Bandung.
Komunitas Masamo Pekalongan, 2013. BUDIDAYA LELE BIOFLOC(Standart Operational Procedure)Manajemen AirManajemen PakanManajemen BenihManajemen BudidayaManajemen PanenRecording/PencatatanBiosecurity dan Analisis Usaha.Dipublikasikan oleh : KOMUNITAS MASAMO PEKALONGAN Research and DevelopmentPekalongan.

MANAGEMEN AIR PADA BUDIDAYA LELE SISTEM BIOFLOC

MANAGEMEN AIR PADA BUDIDAYA LELE SISTEM BIOFLOC

1.     PERSIAPAN MEDIA

a.  Desinfektan (suci hama) Kolam
-    Disinfeksi dg menggunakan chlorine (kaporit)
-    Kolam diisi penuh, larutkan chlorine 30 ppm diamkan selama 3 hari agar efek chlorine bisa teroksidasi, untuk mempercepat oksidasi gunakan aerasi yang kuat atau bila kolam full terkena sinar matahari dalam waktu 3 hari efek chlorine akan hilang
-    Tujuan disinfektan adalah mensterilkan organisme di kolam terutama bakteri pathogen dan parasit yang mengganggu pertumbuhan ikan.
b.  Ketinggian air minimal 80-100 cm
-    Rentang perubahan suhu rendah, sehingga suhu relatif stabil
-    Toleransi tingkat kejenuhan media tinggi (air tidak mudah jenuh oleh sampah organik)
-    Ruang yang lebih luas memungkinkan ikan bergerak lebih bebas
c.  Penggaraman dengan garam krosok
-    Menstabilkan komposisi kimia air/reaksi kimia air sudah selesai
-    Penggaraman 3 kg/m³ (maksimal 5 promill), untuk menghambat pertumbuhan parasit dan bakteri pathogen
-    Stabilisasi kimia air dan pH air
-    Mineral yang terkandung di garam sangat berguna untuk pertumbuhan bakteri
-    Mineral garam juga sangat berguna untuk mengikat ion nitrit
-    Pemberian molasePemberian molase di awal sebanyak 50-100ml/m3 di awal bertujuan: (1)Menghambat pertumbuhan plankton (Blue Green Algae) sehingga tidak mendominasi media (menghindari air hijau) dan (2)Menaikkan kompisisi C:N ratio menjadi tinggi sehingga memungkinkan untuk bakteri heterotroof untuk segera mendominasi media.

Catatan kasus kematian benih pada awal tebar:
Penyebabnya bisa macam-macam, antara lain: beberapa hari setelah tebar kena hujan, planktonnya goncang, amonia naik juga biosa menyebabkan kematian spt itu. serangan parasit protozoa (trichodina, ichthyopthirius, dll), cacing (dactilogyrus,gyrodactilus ) juga bisa menyebabkan kematian spt itu, yg biasanya semakin ganas saat cuaca dingin. dan kemungkinan masih banyak lagi. Serbetul. biasanya, saat cuaca dingin atau hbs hujan dimana plankton mati (amonia tinggi) nafsu makan ikan turun dan ikan menjadi lemah. saat inilah trichodina menyerang. ikan menggantung selanjutnya banyak makmum yang mengikuti.

2.     APLIKASI PROBIOTIK

a.  Probiotik
Beberapa bakteri dalam bentuk konsorsium diberikan dengan maksud koloni bakteri yang akan tumbuh di kolam kita yang mengatur, sesuai dengan fungsi yang kita harapkan.
b.  Bakteri yang diaplikasikan :
-    Bacilus substilis
-    Bacilus polymixa
-    Bacilus megaterium
-    Bacilus plantarum
-    Bacilus thermopillic
c.  Air dikondisikan 5-7 hari
Populasi bakteri pendukung (dekomposer)  mendominasi media
d.  Intensitas dan dosis aplikasi probiotik
-    Persiapan media 5 cc/m³
-    Pada saat tebar benih 2 cc/m³
-    Selanjutnya pada hari ke-7, 14, 19, 24, 28, 32, 36, 40, 43, 46, 49, 52, 54, 56, 58, 60 masing-masing 2 cc/m³
e.  Fermentasi pakan dengan probiotik 2 cc/ kg pakan, selama 2-3 hari, ditutup untuk menghindari kontaminator
-    Fermentasi pakan dilakukan dengan cara: Mencampur 1 kg pakan dengan 300ml air yang dicampur probiotik 2 cc, diaduk-aduk kemudian diperam selama 2hari maksimal 7 hari.
-    Tujuan fermentasi pakan: Memotong rantai peptide protein dari rantai panjang proteinBakteri akan memanfaatkan protein, sehingga bakteri akan berkembang di pakan (substrat); Pemanfaatan serat oleh bakteri selulolitik dan diubah menjadi protein



3.     KONTROL KUALITAS AIR

a.  Dominasi plankton dan zooplankton
-    Warna            : hijau muda cerah – hijau tua pekat
-    Bau                   : tidak berbau – bau lumut
Pada saat dominasi plankton ada kondisi dimana pada saat siang oksigen terlarut di air sangat tinggi (DO) yang dihasilkan oleh fotosintesis dari fitoplankton, akan tetapi pada saat malam plankton akan menggunakan oksigen sehingga DO turun, bahkan DO dikolom terbawah air mendekati Nol
Kondisi perbedaan DO yang ekstrim akan membuat ikan bekerja keras untuk aklimatisasi dan menguras banyak energi ikan, sehingga pakan yang dimakan ikan tidak sepenuhnya untuk pertumbuhan, sehingga pertumbuhan lambat
Pada masa dominasi ini banyak tedapat algae yang termasuk plankton (phytoplankton = plankton yang bersifat tumbuhan dan bisa berfotosintesis). kalo plankton yang bersifat hewan = zooplankton, plankton yang hidup dari sampah (bhn organik disebut saproplankton (termasuk bakteri dan jamur). plankton sendiri didefinisikan sebagai jasad renik yg hidup melayang-layang dalam air, bergerak sedikit/tidak bergerak dan selalu mengikuti arus.
Pada fase ini kita perlu berhati-hati terhadap Blue Green Algae (BGA), yang muncul dan dominan karena lingkungan mendukungnya. Dalam hal ini jenis fitoplankton lain tidak tumbuh. Misalnya N/P ratio rendah (miskin mineral), BGA tetap tumbuh krn bisa mengikat N dr udara. Sinar matahari cukup. Jadi utk menekan perkembangan BGA (selain ganti air) adalah menambah N (pupuk ZA jangan urea), aplikasi probiotik dan kurangi sinar yg masuk ke kolam dengan menutup sebagian atau seluruh atas kolam.
Cirinya, air akan berwarna hijau gelap/tua, kadang permukaan berlendir, bisa mempengaruhi nafsu makan (nafsu makan turun) dan muncul kotoran putih yang mengambang di permukaan (untuk lele ukuran pendederan - besar). karena terjadi infeksi pada pencernaan (hemocytic enteristik).
Bila terjadi overbloom (terlalu pekat) bisa digunakan bhn kimia perusi (copper sulfat) 0,1 - 0,5 g/m3. atau bahan yg mengandung bhn aktif copper sulfat, adapun dosis mengikuti petunjuk obat tsb.
Untuk kolam tanah, bisa menggunakan liat yg diencerkan hingga cair kemudian ditebar secara merata dipermukaan kolam. air spt warna sungai banjir. dgn demikian, BGA akan terikat oleh liat dan mengendap, disamping itu, permukaan yg keruh akan mengurangi/menghalangi sinar matahari shg perkembangan BGA bisa dihambat.
Plankton tersebut memang bisa tumbuh di perairan sekritis apapun dan semiskin apapun. sifatnya cosmopolitan akan mudah hidup dimana-mana dalam kondisi apapun. plankton lain nggak bisa hidup plankton ini mudah beradaptasi dimana saja. Sungguh tanda kebesaran ILLAHI. asal ada sedikit P, dia bisa hidup karena bisa ambil N dari udara.

b.  Dominasi bakteri pengurai
-    Warna            : coklat teh – coklat muda – coklat pekat
-    Bau                   : tidak berbau – bau asam amino
Pada masa ini bakteri sudah mendominasi media, pada saat ini komposisi C:N ratio diharapkan berada di atas 15, sehingga bakteri mampu memanfaatkan ammonia.

c.  Dominasi bakteri photosintetic
-    Warna            : coklat keruh – merah muda cerah
-    Bau                                           : asam amino atau bau asam (kecut) 
Pada masa dominasi bakteri fotosintetik, air cenderung berwarna merah-ungu, pada masa ini bakteri PSBtidak banyak mengkonsumsi oksigen (microaerofil) sehingga penambahan unsure carbon bisa dikurangi
Rumus kimia dominasi bakteri fotosintetik
6 CO2 + 12 H2S -- C6H12O6 + 6 H2O + 12 S + energi (kalor)
Jadi bakteri fotosintetik dapat menetralkan racun karena bisa menggunakan Amonia (NH3, NH4+),
menghilangkan H2S yang ada dalam air. Makanya air yang warnanya merah ungu – merah coklat ikan cenderung sehat. Jenis plankton ini, bisa menyerap amonia dan H2S,  masalah utama dalam akuakultur yang seringmenimbulkan kematian. maka bila warna air ini sudah terbentuk tinggal menjaga kestabilannya, Inilah yang disebut bakteri fotosintetik (PSB) yaitu jenis bakteri yang bisa berfotosintesis tetapi tidak menghasilkan oksigen.
Perhatian : Hati-hati pada saat pergantian warna air/pergantian dominasi, pada masa ini porsi makan dikurangi 30-50 % dari porsi biasanya, untuk mengurangi tumpukan limbah organic.
Disamping dibaca dari perubahan warna dan kekeruhan, kualitas air dibaca dari perilaku ikan:
Media baik : ikan aktif bergerak, cenderung dibawah, nafsu makan tinggi
Media jelek: ikan lamban, nafsu makan turun, ikan cenderung menggantung di permukaanBila media sudah tidak nyaman, segera lakukan pergantian air maksimal 30%, atau dengan penambahan dekomposer

4.     INDIKATOR KUALITAS AIR

a.  Air Sehat
-    Warna cerah, tidak terlalu pekat, tidak berminyak
-    Perilaku ikan : aktif bergerak, nafsu makan tinggi, pada saat siang hari ikan berada didasar kolam
-    Air tidak berbau → bau asam amino
-    Air tidak sehat - Warna kusam, pekat, permukaan berminyak
-    Akibat dominasi Blue Green Algae
-    Perilaku ikan : gerakan lamban, menggantung dipermukaan atau pinggir kolam, nafsu makan kurang
-    Bau menyengat → amoniak atau anyir.

b.  Pergantian air
-    Situasional, selama ikan merasa nyaman sehat air tidak perlu diganti
-    Pergantian air Maksimal 30%, untuk menghindari goncangan media yang dapat menyebabkan ikan stress dan mengalami penyusutan berat badan
-    Air yang diganti lapisan paling bawah, kualitas air bawah rendah dengan kandungan amonia dan nitrit tinggi
-    Pergantian dengan cara sirkulasi, untuk menghindari perubahan yang ekstrem dan membuat ikan stress.

REFERENSI:
FKMP, 2013. Bahan Tayang “Budidaya Lele dengan Sistem Biofloc pada Pelatihan Biofloc tanggal 2-5 Juni 2013 di Bandung.
Komunitas Masamo Pekalongan, 2013. BUDIDAYA LELE BIOFLOC(Standart Operational Procedure)Manajemen AirManajemen PakanManajemen BenihManajemen BudidayaManajemen PanenRecording/PencatatanBiosecurity dan Analisis Usaha.Dipublikasikan oleh : KOMUNITAS MASAMO PEKALONGAN Research and DevelopmentPekalongan.

Abon Ikan Gabus (Abon Iwak Haruan) khas Banjarmasin

Abon Ikan Gabus (Abon Iwak Haruan) khas Banjarmasin



Abon Ikan Gabus (Abon Iwak Haruan) khas Banjarmasin

 

Ikan gabus atau haruan adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang banyak terdapat diperairan kalimantan selatan dan masih terbilang jarang dibudidayakan.

Di pasaran, kebanyakan ikan ini merupakan hasil tangkapan di alam liar mengingat populasinya yang cukup besar dan sifatnya yang invasif sehingga mudah berkembang biak.

Disamping itu pula, pemanfaatan daging ikan gabus masih sangat terbatas dan kebanyakan terbatas untuk konsumsi sendiri.

Rasa daging ikan ini sangatlah enak dan tidak kalah dengan ikan-ikan komoditas yang populer.

Untuk itu, kita akan mencoba mengolahnya menjadi abon ikan yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan cara memasak biasa.

Abon ikan bisa lebih tahan lama jika dibandingkan dengan olahan daging ikan lainnya karena teksturnya yang lebih garing dan minim kelembaban.

Cara membuat abon ikan gabus sebetulnya tidak jauh berbeda dengan pembuatan abon-abon ikan lainnya.

Yang membedakan tentunya bahan utamanya saja dan sedikit variasi dari bumbu-bumbu yang digunakan dan semuanya tergantung selera masing-masing.

Agar abon lebih tahan lama dan tidak cepat melempem, kita bisa menambahkan asam saat proses pemasakan.

Dengan menggunakan air asam jawa atau cuka masak, abon ikan bisa lebih awet dan lebih garing apalagi jika disimpan atau dikemas dalam wadah yang kedap udara.

Resep Abon Ikan Gabus Gurih Spesial

Untuk memudahkan proses pembuatan abon ikan, daging ikan hendaknya dimasak dulu agar lebih mudah hancur dan proses pembuatan abonnya lebih singkat.

Kita akan mengukus ikan terlebih dahulu agar daging ikan lebih mudah dipisahkan dari duri/tulang-tulangnya.

Kenapa harus dikukus?

Dengan cara ini, daging ikan tidak akan kehilangan zat gizi terlalu banyak jika dibandingkan dengan cara direbus.

Karena dengan cara direbus, zat gizi yang terkandung dalam ikan dapat terbawa larut kedalam air rebusan, kecuali jika kita membutuhkan air rebusan sebagai kaldunya.

Berikut bahan-bahan yang kita persiapkan untuk membuat abon ikan 

Bahan-Bahan Resep Abon Ikan Gabus

  1. 1 kg ikan gabus
  2. 400 ml santan kental (2 gelas)
  3. 2 sdm gula jawa, sisir halus
  4. 2 btg serai, memarkan
  5. 3 lbr daun salam
  6. 5 lbr daun jeruk purut
  7. 1 sdm air asam jawa atau cuka masak
  8. 2 sdt garam
  9. 1/2 sdt kaldu bubuk
  10. 2 sdm margarin untuk menumis
  11. bawang goreng untuk taburan

Bumbu Halus

  1. 8 siung bawang merah
  2. 5 siung bawang putih
  3. 5 btr kemiri, sangrai
  4. 2 sdt ketumbar, sangrai
  5. 3 cm lengkuas
  6. 3 cm jahe
  7. 2 cm kunyit

Cara Membuat Abon Ikan Gabus

  1. Bersihkan ikan gabus, buang sisik dan isi perutnya. Cuci bersih.
  2. Rebus ikan gabus hingga matang dan lunak kurang lebih 15-20 menit, angkat. Diamkan beberapa saat agar tidak terlalu panas.
  3. Pisahkan daging ikan gabus dari duri-durinya karena yang akan kita gunakan hanya dagingya saja. Setelah itu daging ikan disuwir-suwir, tidak perlu sampai halus karena nantinya akan hancur sendiri saat dimasak. Sisihkan.
  4. Tumis bumbu halus menggunakan margarin hingga harum bersama dengan serai, daun jeruk dan daun salam.
  5. Tuangkan santan dan bubuhkan garam, gula jawa dan kaldu bubuk. Masak hingga santan mendidih.
  6. Masukkan daging ikan gabus, masak sambil diaduk-aduk.
  7. Setelah santan berkurang dan meletup-letup, tuangkan air asam jawa atau bisa juga cuka masak.
  8. Masak abon ikan sambil diaduk-aduk agak cepat hingga kering. Setelah itu angkat dan dinginkan.
  9. Setelah dingin, taburi abon ikan dengan bawang goreng dan kini siap untuk dihidangkan ataupun dikemas. Taruh dalam toples agar lebih awet dan tidak melempem.
Resep abon ikan gabus ini juga bisa kita sedikit variasikan atau bisa juga menggunakan daging ikan yang berbeda sesuai selera.

Selain ikan gabus, ikan air tawar lainnya yang banyak terdapat di lingkungan kalian bisa dijadikan bahan utama pembuatan abon, seperti misalnya ikan lele atau ikan patin.

Cara membuat abon ikan gabus atau abon ikan lele/patin tidak berbeda, dan hasilnya juga sama lezatnya.

Dan dalam skala yang lebih besar, abon ikan bisa menjadi peluang usaha yang menjanjikan.

Sumber :
http://sedapqu.blogspot.com/2015/11/resep-dan-cara-membuat-abon-ikan-gabus.html
https://cookpad.com/id/resep/2818137-abon-ikan-gabus-abon-iwak-haruan-khas-banjarmasin


BuBu : Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan (Eco-friendly fishing gear)

BuBu : Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan (Eco-friendly fishing gear)

Usaha perikanan terutama perikanan tangkap bersifat quick yielding (cepat memberikan hasil) dan profitable, meskipun berisiko. Namun demikian, kenyataanya pelaku usaha perikanan tangkap, terutama nelayan pada umumnya berpendapatan rendah, miskin dan kurang sejahtera. Beberapa permasalahan  yang  dihadapi  oleh  nelayan  dalam  kegiatan  penangkapan  adalah  ketergantungan terhadap kondisi ketersediaan sumberdaya ikan dan kondisi alam. Peningkatan jumlah nelayan mencapai 50% dalam satu dasa warsa, hal tersebut menyebabkan meningkatkan tekanan yang mempercepat kerusakan sumberdaya alam dan penurunan keanekaragaman hayati. Pada beberapa daerah bahkan sudah mengalami lebih tangkap/over fishing yang sangat nyata.
Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan PerIkanan No. 02 Tahun 2015 yang melarang penggunaan alat tangkap Pukat hela (Trawls) dan alat tangkap Pukat tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia merupakan gerakan kesadaran Pemerintah melalui menteri Kelautan dan Perikanan kepada masyarakat luas untuk lebih serius memanfaatkan, men jaga, dan mengelola sumberdaya alam laut yang memiliki potensi besar yang terkandung didalamnya.
Salah satu solusi untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan di perairan laut, maka perlu adanya suatu terobosan yaitu dengan desain alat tangkap yang ramah lingkungan. Salah satu jenis alat tangkap ramah lingkungan adalah Bubu (fish trap). Pada tahun 1995, PBB melalui FAO (Food Agriculture Organization) menetapkan suatu tata cara bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab yang disebut CCRF (Code of Conduct for Resposible Fisheries). Dalam CCRF ada 9 (sembilan) kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, yaitu :
  1. Memiliki selektivitas tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis.
  1. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) rendah
Bycatch  merupakan  tangkapan  ikan  non  target  yang  tertangkap  dalam  proses  penangkapan, dimana tangkapan sampingan ini tertangkap bersamaan dengan ikan target penangkapan.
  1. Hasil tangkapan berkualitas tinggi
Hasil tangkapan yang diperoleh masih mempunyai kualitas mutu yang baik pada saat sampai di tangan konsumen/ pengguna.
  1. Tidak merusak habitat / lingkungan (destruktif)
Alat tangkap yang tidak merusak habitat dapat dilihat dari metode penangkapan ikan dan pengoperasian alat tangkap, baik yang dioperasikan di dasar perairan, di tengah perairan maupun di permukaan perairan.
  1. Mempertahankan keanekaragaman hayati
Dampak  terhadap  biodiversity  merupakan  pengaruh  buruk  dari  pengoperasian  alat  tangkap terhadap keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan tempat pengoperasian alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan tidak dimodifikasi, selain itu tidak menggunakan bahan yang merusak lingkungan seperti penggunaan racun, bom, potas dan lainnya. Hal ini dapat dapat merusak kelangsungan kehidupan biota perairan (Ikan, Plankton, Benthos dan lainnya).
  1. Tidak menangkap spesies yang dilindungi/terancam punah
Alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila dalam pengoperasiannya tertangkap spesies yang dilindungi dalam frekuensi relatif besar. Dalam pengoperasian alat tangkap tidak menangkap ikan yang dilindungi atau ikan yang dilarang oleh pemerintah untuk ditangkap misalnya penyu, dugong‐dugong dan lumba‐lumba.
  1. Pengoperasian API tidak membahayakan keselamatan
Tingkat bahaya atau resiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tergantung pada jenis alat tangkap yang digunakan dan keahlian nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tersebut.
  1. Tidak melakukan penangkapan di daerah terlarang
Tidak menangkap ikan di daerah penangkapan yang dinyatakan: lebih tangkap, di kawasan konservasi, di daerah penangkapan yang ditutup, di daerah yang tercemar dengan logam berat dan di kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang, seperti alur masuk pelabuhan.
  1. Dapat diterima secara sosial
Suatu alat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila biaya investasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “traps“ dan penghadang “guiding barriers”. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama fishing pots atau fishing basket (Brandt, 1984).
Sumber : http://kanalpengetahuan.faperta.ugm.ac.id/2017/10/26/bubu-alat-tangkap-ikan-ramah-lingkungan-eco-friendly-fishing-gear-faizal-rachman-m-sc/

PENGOLAHAN IKAN GURAME

PENGOLAHAN IKAN GURAME A.       Potensi Ikan Gurami Ikan  Gurami  adalah jenis  ikan air tawar  yang sangat populer dan digemar...