MEDIA PEMELIHARAAN
Air media pemeliharaan
dengan kadar garam 30-32 ppt yang sebelumnya
disaring lebih dahulu dengan saringan pasir (sand
filter) sebagaimana lazimnya pada hatchery untuk udang. pH air berkisar 7,5 -8,5 . DO
5-7 ppt.
Dasar bak pemeliharaan induk kepiting
perlu diberikan lapisan lumpur yang sebelumnya sudah di
bersihkan dan disterilkan dengan cara di
rebus sampai mendidih , lalu
didinginkan. Percobaan yang
telah dilakukan membuktikan bahwa, induk kepiting
yang dipelihara di bak yang
tanpa substrat berupa dasar lumpur, hasil
perkembangan telurnya kurang baik, sedikit dan daya
tetas kurang (Rusdi dkk,1998).
PAKAN
Pakan untuk calon induk dan
induk kepiting ialah cacahan
daging ikan, cumi- cumi yang masih segar. Pengalaman
di BBAP Jepara
menunjukkan bahwa cumi-
cumi harus diutamakan, karena
baik untuk merangsang perkembangan gonad bagi
binatang krustasea : udang, kepiting (Mardjono
dkk,1992). Banyaknya pakan 5-10% berat
biomassa perhari.
Pakan sejumlah itu diberikan
dua kali per-hari , jam 8.00
pagi dan jam 17. 00
sore. Sebelum pakan diberikan, dasar bak dibersihkan
dengan cara menyipon untuk menyedot pakan yang ang masih
tersisa. Bila pakan yang
tersisa banyak, maka pemberian pakan berikutnya harus
dikurangi. Sebaliknya
bila pakan tidak bersisa , pakan
yang diberikan harus ditambah.
Pembersihan bak hanya
dilakukan pada pagi hari
saja, kecuali bila terjadi hal
yang buruk, misalnya ada gejala pembusukan dengan
terlihatnya banyak busa
dipermukaan air, atau air berbau
busuk.
Selain pakan alami berupa daging ikan dan cumi-cumi mentah segar, juga diberi pakan buatan berupa
pelet kering yang biasa diberikan untuk induk udang
windu. Pakan pellet khusus untuk induk udang itu mengandung nutrisi jang baik sebagai pelengkap ,dengan kandungan protein
dan lemak esensial, vitamin
dan mineral. Diberikannya cukup 2-3 kali
per-minggu, dengan dosis
2 % berat biomassA.
ABLASI
MATA
Ablasi
mata dilakukan setelah calon induk
dipelihara
3-5 hari didalam bak, setelah
induk-induk itu terlihat sehat, gesit dan nafsu makannya baik.
Calon induk betina yang hendak di
ablasi dipilih yang berkulit keras dan
sehat. Pelaksana ablasi kepiting harus dilakukan oleh tehnisi yang terampil
memegang kepiting agar tidak meronta.
Pemotongan mata berikut
tangkainya dilakukan dengan gunting
yang tajam dan dipanaskan lebih dahulu , sehingga
luka bekas terpotong segera kering dan tidak mengeluarkan banyak
cairan.
Selesai ablasi uni-lateral (sat mata), kepiting direndam di dalam
ember berisi larutan PK 5 ppm selama 15
menit, untuk mencegah infeksi.
Setelah itu kepiting dipindahkan
kedalam bak
pemeliharaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya, dimana kepiting betina pasca
ablasi itu di pelihara bersama
dengan kepiting jantan, dengan perbandingan jantan : betina 2:3.
3-5 hari pasca ablasi biasanya
sudah ada betina yang siap untuk perkawinan.
PROSES
PERKAWINAN
Kepiting
Bakau melakukan perkawinan di perairan
estuaria (Arriola,1940 dalam Mardjono dkk. 1994). Perkawinan terjadi biasanya saat suhu air naik. Menjelang
perkawinannya, kepiting betina mengeluarkan
cairan kimiawi perangsang yaitu pheromone kedalam air yang akan
menarik perhatian kepiting jantan. Selanjutnya
kepiting jantan yang berhasil menemui kepiting betina
sumber pheromone itu, lalu naik ke atas karapas kepiting betina yang
sedang dalam kondisi pra lepas cangkang
(premolt). Kepiting jantan
tsb. membantu proses
ganti kulit kepiting
betina
tsb.
Selama
kepiting
betina
mengalami proses ganti
kulit, kepiting
jantan
akan
melindungi nya selama kurang lebih 2-4
hari sampai cangkang terlepas
dari tubuh kepiting betina . Kondisi seperti itu disebut
“doubler formation” atau “ premating embrace”.
Setelah
cangkang terlepas dari tubuh kepiting
betina, tubuh betina dibalikkan oleh
yang jantan sehingga sekarang pada posisi berhadapan
untuk terjadinya kopulasi. Semetara
itu cangkang betina
masih dalam keadaan lunak. “Spermatofora”
dari kepiting jantan akan disimpan didalam “spermateka”
kepiting betina.
Menurut Fielder dan Heasman,1978 dalam Mardjono dkk., 1991).
Perkawinan kepiting ini dapat terjadi di
waktu siang maupun malam hari.
Fielder dan Heasman (1978) mengungkapkan bahwa spermatofora yang
tersimpan pada kepiting betina sekali kawin mencukupi
untuk pembuahan dua
kali peneluran sekor kepiting betina.
Telur yang telah matang
gonad dalam ovarium betina akan turun ke oviduct dan
dibuahi oleh sperma, selanjutnya
telur yang telah
dibuahi itu dikeluarkan lalu menmpel
pada umbai- umbai (rambut-rambut pada pleopoda) untuk dierami
oleh induk betina itu. Sekali bertelur induk kepiting dapat mengeluarkan 1-8 juta butir telur , tergantung dari berat badan induk betina. , namun biasanya yang berhasil menempel pada umbai-umbai hanya
1/3 nya.
PERKEMBANGAN
TELUR DALAM OVARIUM
Pada
kepiting bakau, telur berkembang
menuju pematangan untuk
siap dibuahi, setelah terjadi
kopulasi (perkawinan). Jantan
dan betina melepaskan diri , dan cangkang
induk
betina menjadi keras kembali.
PENGAMATAN
KEMATANGAN TELUR
Mulai
sepuluh hari setelah
di
ablasi
mata
dan
selanjutnya pengamatan dilakukan berselang 3 hari kemudian., dilakukan
pengamatan tingkat
perkembangan
gonad. Berbeda dengan udang, kepiting bercangkang sangat tebal
sehingga pengamatan gonad
hanya dapat dilakukan melalui
bagian belakang karapas tempat bersambungan dengan abdomen.
B again ini tampak menggembung bila telur kepiting berkembang penuh. Dan
berwarna kemerahan cerah. Fielder dan heasman (1978) dalam Mardjono (1994) membuat tingkat perkembangan
telur kepiting
bakau menjadi 4 tingkatan, sebagai
berikut:
-
Tingkat I: belum
matang (immature), yaitu belum ada tanda-tanda perkembangan telur pada induk betina.
-
Tingkat II: Sedang dalam proses pematangan (maturing) perkembangan telur sudah mulai terlihat penuh,
berwarna kuning, namun belum tampak menonjol penuh.
-
Tingkat III:
Matang (ripe). Telur kepiting telah dibuah dan dikeluarkan serta menempel pada umbai-umbai
dibawah abdomen. Saat baru ditempelkan ,telur berwarna kuning muda. Selanjutnya
embrio makin berkembang didalam telur dan warna telur berubah menjadi kelabu, coklat
kehitaman , bila hamper menetas. Lama pengeraman (inkubasi) telur 14-20 hari.
-
Tingkat IV: Salin
(spent). Seluruh telur telah menetas. Ruang dibawah abdomen terlihat kosong.
-
Pada tingkat kematangan
II akhir, telur dikeluarkan dari ovarium
lalu dibuahi. Selanjutnya telur yang sudah dibuahi itu keluar tidak membuyar
kedalam air melainkan melekat pada bulu-bulu
di kaki renang (pleopoda) yang disebut umbai- umbai dibawah abdomen mengalami masa pengeraman. Pada panti pembenihan,
saat induk mulai terlihat mengerai telur, segera dipindahkan kedalam
bak pengeraman/ penetasan. Masa pengeraman
telur 14 – 20 hari.
PENGERAMAN
DAN PENETASAN
Induk yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki
renangnya secara teratur , sehingga telur-telur itu memperoleh air segar yang banyak
mengandung oksigen. Pada
masa pengeraman tersebut, induk berenang-renang dengan
kaki renangnya yang terus=menerus bergerak dan sering berdiri pada kaki
jalan. Sehingga telur-telur terus menerus
memperoleh air segar dan banyak oksigen . Hal ini penting untuk perkembangan embrio.
Masa telur yang semakin tua, warnanya berubah warna menjadi kelabu kemudian coklat
kehitaman.
Masa pengeraman banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Pada lingkungan dengan kadar garam 30-33 ppt dan suhu berkisar antara 26-300C
pengeraman dapat berlangsung baik dan perkembangan telur normal.
Induk yang di ablasi proses pematangan telur
berlangsung sedikit lebih cepat dan didapatkan jumlah induk matang telur lebih
banyak (Mardjono dkk.,1994).
Bak untuk pengeraman dapat digunakan bak berukuran
2 x 2 x 0,5 m , terbuat dari semen atau fiber glass. Sebagai media pemeliharaan digunakan air laut dengan
kadar garam minimal 28 ppt suhu 280C.
Untuk mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu
ditutup dengan anyaman bambu (gedeg) atau plastic yang tidak terlalu gelap. Kepadatan
kepiting dalam bak pengeraman 1 ekor/m2
.
Selama proses pengeraman induk tidak diberi
pakan. Penggantian air dilakukan setiap
hari sebanyak 75%. Aerasi dipasang
1
batu aerasi/m2 dengan tekanan aerator diatur agar tidak terlalu kuat
dan tidak terlalu lemah.
Gambar 1. Mengeram telur pada
umbai-umbai
PENETASAN
TELUR
Setelah telur-telur berwarna
kehitaman, proses penetasan akan segera berlangsung. Penetasan biasanya
berlangsung pada pagi hari. Larva
yang baru menetas disebut pre-zoea yang sekitar 30 menit kemudian akan bermetamorfosa menjadi Zoea-1.
Pada masa penetasan
ini pre-zoea disebarkan
kedalam air secara
terus menrus selama 3 – 5 jam. Seekor induk kepiting dengan berat 100
gram (lebar karapas 11 cm) dapat menghasilkan telur sebanyak 1 – 1,5 juta
butir. Pada proses
penetasan itu, kaki dayungnya dikipas-kipaskan dan
kaki-kaki jalan induk di garuk-
garukkan kepada umbai-umbai segingga telur lepas
secara bertahap. Disinilah
fungsi kai-kaki jalan sehingga kelengkapan
anggota badan induk sangat berperan dalam kesempurnaan proses reproduksi sajak perkawinan sampai penetasan telurnya.
Akhirnya hanya sebagian kecil dari
telur yang akhirnya rontok
gagal menetas.
Induk kepiting yang telah melepaskan
larva yang baru menetas itu, segera dipindahkan kedalam bak pemeliharaan induk dan dirawat guna memulihkan kondisi induk. Masa pemulihan ini akan berlangsung selama 4-7 hari, setelah itu induk
dikembalikan kedalam bak
perkawinan bersama kepiting jantan.
SUMBER:
Suyanto S.R., 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan No. 008/TAK/BPSDMKP/2011
“Budidaya Kepiting Bakau”. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Badan
Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
http://www.indonetwork.co.id/setiawanbiz_dot_com/3911848/kepiting-bakau.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar