MENGENAL KEPITING BAKAU
Kepiting bakau adalah salah satu komodti perikanan yang bernilai ekonomis tinggi. Di Indonesia
dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan yang
diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur; dalam perdagangan internasional
dikenal sebagai “Mud
Crab” dan bahasa Latinnya Scyla
serrata dan ada juga kepiting laut atau rajungan yang
nama
internasionalnya “Swimming Crab” dengan nama Latin: Portunus
pelagicus.
Kedua macam kepiting tsb nilai ekonominya sama, dan keduanya diperoleh dari
penangkapan dialam. Dalam folder ini khusus di uraikan dan dibahas tentang spesies Kepiting Bakau (Scylla
serrata) saja.
Kepiting bakau
ditangkap dari perairan estuaria
yaitu muara sungai , saluran
dan petak2 tambak , diwilayah
hutan bakau dimana binatang ini hidup dan
berkembangbiak secara liar. Kepiting bakau lebih suka hidup diperairan
yang relative dangkal dengan dasar berlumpur, karena
itu disebut juga Kepiting Lumpur (Mud
Crab).
Sedangkan
rajungan , ditangkap oleh nelayan
dilaut
dekat pantai sampai sejauh 1-2 mil dari pantai,
karena rajungan hidup pelagis
(di badan air laut).
Namun
demikian Kepiting Bakau juga dapat tertangkap
di laut dekat pantai, karena kepitng bakau yang
hendak kawin dan bertelur, juga berpindah di wilayah laut dekat
pantai.
Bentuk
(habitus) kepiting bakau disajikan
pada gambar:1 dibawah ini.
Terlihat bentuk badannya yang didominasi oleh tutup punggung (karapas ) yang berkulit chitin
yang tebal.
Seluruh organ
tubuh yang penting tersembunyi
dibawah
karapas itu. Anggota badannya berpangkal pada bagian dada (cephalus)
tampak mencuat keluar di kiri
dan kanan karapas, yaitu 5
pasang kaki jalan.
Kaki jalan terdepan (nomer 1) berbentuk
capit yang besar ; kaki jalan nomer
2,3 dan 4 berujung runcing
yang berfungsi untuk berjalan ; kaki jalan nomer
5 berbentu pipih berfungsi sebagai
dayung bila ia berenang. Pada cephalus
(dada) terdapat organ2 pencernaan, organ reproduksi (gonad pada betina dan
testis pada jantan). Sedangkan bagian tubuh (abdomen) melipat rapat dibawah (ventral) dari
dada. Pada ujung
abdomen itu bermuara saluran
cerna (dubur).
Pada
kepiting jantan , bentuk abdomen
itu segitiga meruncing, terbentuk
dari deretan beberapa ruas
(gambar
: 2).
Sedangkan
kepiting betina bentuk abdomen seperti segitiga
juga tetapi lebar, dibawahnya terdapat bulu-bulu
(umbai-umbai) dimana telur-telurnya melekat ketika dierami.
HABITAT DAN PENYEBARAN
Kepiting Bakau
terdapat di wilayah perairan pantai estuaria dengan kadar
garam 0 sampai 35 ppt. Menyukai perairan yang berdasar lumpur dan lapisan air yang tidak terlalu dalam sekitar 10- 80
cm dan terlindung,seperti di wilayah hutan
bakau.
Di habitat seperti
itu kepiting bakau hidup dan berkembang biak. Dilaut dekat pantai, seringkali nelayan
dapat menangkap kepiting bakau yang
sudah dewasa dan mengandung telur. Agaknya kepiting bakau menyukai laut sebagai
tempat melakukan perkawinan, namun kepiting bakau banyak dijumpai
berkembangbiak didaerah pertambakan dan hutan bakau yang berair tak terlalu
dangkal (lebih dari 0,5 m).
Habitat hutan bakau itulah habitat utama bagi kepiting untuk tumbuh dan berkembang, karena
memang
subur dihuni oleh organisme kecil yang menjadi makanan dari kepiting bakau itu. Jadi cocok sebagai “ breeding gound” (tempat
memijah) dan “nursery ground”(tempat anak-anak kepiting berkembang/tumbuh) .
Kepiting bakau mempunyai daerah penyebaran geografis yang sangat luas , yaitu pantai wilayah Indo Pasific barat, dari pantai barat Afrika Selatan, Madagaskar,
India, Sri Langka, Seluruh Asia Tenggara sampai
kepulauan Hawaii; Di sebelah
utara : dari Jepang
bagian
selatan sampai
pantai utara Australia. Dan di pantai
barat Amerika bagian selatan. (Moosa et al., 1985 dalam Mardjono et al., 1994).
DAUR HIDUP DAN PERKEMBANGBIAKAN.
Kepiting
bakau ialah binatang Kelas Krustasea
sama halnya dengan Udang.
Badannya beruas-ruas yang tertutup oleh kulit tebal dari
zat khitin. Karena
itu secara periodik berganti
kulit (moulting) yang memungkinkan binatang ini
tumbuh pesat setelah ganti kulit . Binatang yang masih muda berganti kulit lebih sering dibanding
dengan yang tua. Sehingga
yang
muda tumbuh lebih cepat dari
pada yang telah tua.
Mekanisme ganti kulit itu sejalan
pula dengan periodisitas dari saat
perkawinannya. Bila
Kepiting (juga Udang)
sedang tumbuh kembang
gonadnya terjadi ketika kulitnya sedang keras (intermoult) . sedangkan
menjelang perkawinan, pasti
terjadi proses ganti kulit (mating moult) sehingga kulit yang betina lunak memudahkan bagi pejantannya melakukan proses perkawinan, memasukkan
sperma kedalam thelycum
alat kelamin) betinanya.
Gambar 1. Kepiting
berpasangan ( foto: Aldrianto, 1994)
DAUR HIDUP
Kepiting
betina yang sudah
kawin dan memijah (melepaskan telur-telurnya),
telur lalu dibuahi (fertilisasi
oleh sperma yang
sudah disimpan ketika perkawinan terjadi. Telur yang
sudah terfertilisasi tidak dilepaskan kedalam air melainkan segera menempel pada rambut-rambut
yang terdapat pada umbai-umbai di bagian bawah abdomen. Di
Indonesia yang beriklim tropika telur
itu “dierami” selama
20 - 23 hari sampai menetas tergantung tingginya suhu air.
Seekor induk betina kepiting bakau yang beratnya 100 gram (lebar karapas
11 cm) menghasilkan telur 1 – 1,5 juta butir.
Semakin besar /berat induk
kepiting, semakin banyak telur yang dihasilkan.
Telur
yang baru difertilisasi ( dibuahi) berwarna kuning-oranje . Semakin berkembang
embrio dalam telur, warna
telur akan berubah menjadi
semakin gelap yaitu kelabu
akhirnya coklat kehitaman ketika
hampir menetas.
Induk yang mengerami telur biasa sedikit atau
tidak makan sama sekali. Induk itu selalu menggerakkan kaki-kaki renangnya dan sering tampak berdiri tegak pada kaki dayungnya , agar telur-telur mendapat aliran
air segar yang cukup oksigen.
Bila waktunya telur menetas, induk kepiting itu
menggarukkan kaki-kaki jalan dan kaki dayungnya terus menerus dengan cepat , untuk memudahkan pelepasan larva yang segera
menyebar
kesekelilingnya. . Disini
fungsi kaki-kaki jalan
itu penting, jika jumlahnya tidak lengkap atau cacat, akan mengganggu proses
penetasan tsb.
Hanya sebagian kecil saja telur yang tidak menetas
dan akhirnya rontok tidak menetas. Proses
penetasan telur lamanya 3-5 jam.
Telur yang baru menetas disebut stadia pre-zoea hanya
dalam waktu 30 menit berubah menjadi stadia Zoea-1. Ada 5 sub stadia Zoea yaitu
Zoea-1, Zoea-2, Zoea-3, Zoea -4 dan Zoea-5. Semakin lanjut sub –stadia, terjadi
penambahan organ tubuh sehingga semakin sempurna untuk pergerakan, menangkap makanan
dan metabolisme tubuhnya.
Setiap sub-stadia memerlukan waktu 3-4 hari
untuk berubah menjadi sub-stadia selanjutnya. Sehingga tingkat Zoea seluruhnya
memerlukan waktu 18-20 hari untuk menjadi stadia selanjutnya yaitu megalopa.
Zoea-1 warna tubuh transparan, panjang tubuhnya
1,15 mm, matanya tidak bertangkai.
Zoea-1 geraknya masih lamban, makanannya
fitoplankton . dan zooplankton yang lamban geraknya yaitu Brachionus plicatilis.
Zoea-2 geraknya
lebih gesit sejalan dengan semakin berkembangnya anggota tubuh baik dalam ukuran
maupun jumlahnya.. Panjang tubuhnya 1,50
mm . Mata bertangkai.
Makananya masih
berupa fitoplankton yang ukurannya lebih besar seperti Tetraselmis chuii , Chaetoceros calcitran. Kedua
jenis fitoplankton itu selain sebagai
pakan untuk Brachionus juga menyerap gas hasil metabolisme (metabolit) dari larva itu sendiri. Jadi sebagai pembersih air.
Sub-stadia Zoea-3
, ukurannya lebih besar 1,93 mm .Dapat memangsa
nauplii Artemia. Beberapa organ tubuhnya disajikan pada Seekor Zoea-3 dapat memakan
nauplii artemia sebanyak
30 ekor per-hari.
Sub-stadia Zoea-4 ,panjang tubuhnya
2,4 mm.
Pada stadia ini telah terbentuk
pleopoda (kaki renang) dan pereiopoda
(kaki jalan). Tampak aktif berenang karena itu lebih
aktif menangkap pakannya.
Sub-stadia Zoea-5 panjang tubuhnya
3,4 mm, lebih efektif menangkap
mangsanya dan geraknya lebih gesit.
Stadia berikutnya ialah Megalopa . Ukuran
tubuhnya semakin besar, sehingga
tidak lagi diberi pakan nauplii
artemia melainkan dapat memakan artemia instar-5 .
Panjang karapas 2,18 mm (termasuk duri rostral), lebar karapas 1,52 mm; panjang
abdomen
1,87 mm panjang tubuh total (termasuk
duri rostral) 4,1 mm. Mempunyai pereopoda 5 pasang. Abdomen terdiri 7 segmen memanjang kebelakang.
Stadia berikutnya ialah Stadium Crab (kepiting
muda). Bentuk dan anggota
tubuhnya sudah seperti pada
kepiting dewasa. Kebiasaannya
cenderung di dasar
perairan. Memakan makanan yang
ada didasar atau yang tenggelam. Makanan yang diberikan berupa cacahan cumi-cumi, udang kecil
dsb. Tetapi juga dapat memakan nauplii artemia yang planktonis. Biasanya juga diberi pakan buatan berupa mikro pellet yang kaya nutrisi, seperti
yang biasa untuk larva
udang.
Pada gambar 2 disajikan daur hidup dari Kepiting
Bakau khususnya masa
larva sampai benih kepiting kecil (crablet). Pada kondisi normal di Panti Pembenihan
(Hatchery) , lama waktu perubahan dari menetas
sampai menjadi stadium
Megalopa 21-23
hari. Dari Megalopa menjadi Stadium Crab-5
ialah 10-12 hari . Sehingga lama waktu pemeliharaan larva
sejak telur menetas sampai menjadi
benih kepiting (crab-5) siap jual hanyalah 30-35 hari.
Gambar 2. Daur
Hidup Kepiting
Bakau
SUMBER:
Suyanto S.R., 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan No. 008/TAK/BPSDMKP/2011
“Budidaya Kepiting Bakau”. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Badan
Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
http://www.indonetwork.co.id/setiawanbiz_dot_com/3911848/kepiting-bakau.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar