PENDAHULUAN
Ikan Baung (Mystus nemurus) adalah nama ikan yang
termasuk kedalam marga Hemibagrus,
suku Bagridae. Ikan yang
menyebar luas di India, Cina selatan
dan Asia Tenggara ini juga dikenal dengan
banyak nama daerah, seperti ikan duri, baong, baon, bawon, senggal atau singgah, tagih, niken,
siken, tiken, tikenbato, dan lain-lain.
Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan
komoditas perikanan air tawar di Indonesia. Ikan ini telah berhasil dipijahkan secara
buatan di BBAT Sukabumi sejak tahun 1998. Tekstur dagingnya berwarna putih,
tebal dan tampa duri halus dalam dagingnya, sehingga sangat digemari masyarakat.
Sebelum produksi ikan baung umumnya berasal dari
penangkapan di alam, sehingga hasilnya tidak menentu baik dari jumlah maupun ukurannya.
Dengan diketahuinya teknik pemijahan ikan baung, diharapakan usaha pembudidayaannya
akan berkembang sehingga produksinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
SISTEMATIKA
Phylum
Chordata, Kelas Pisces, Anak kelas Teleostei, Bangsa Ostariophysi, Anak Bangsa Siluridae,
Suku Bagridae, Marga Mystus dan Jenis Mystus nemurus.
Ikan baung
memiliki kumis atau sungut yang mencapai
mata, badanya tidak bersisik mempunyai sirip dada dan sirip lemak yang besar,
serta mulutnya melengkung. Ikan baung berwarna coklat kehijauan, hidup di dasar
perairan dan bersifat omnivora.
Di Jawa
Barat ikan baung dikenal dengan nama tagih, senggal atau singah : Di Jawa tengah
: Jakarta dan Malaysia, bawon ; Serawak, baon : Kalimantan Tengah, niken,
siken, tiken, bato, baungputih, dan di Sumatra, baong.
Ciri-ciri induk Jantan dan betina ikan baung:
-
Induk betina :tubuh lebih pendek , mempunyai
dua buah lubang kelamin yang bentuknyabulat.
-
Induk Jantan :Tubuh lebih panjang, mempunyai
satu buah lubang kelamin yang bentuknya memanjang.
PEMBENIHAN
A.
Pematangan Gonad
Pematangan
gonad dilakukan di kolam beraliran air yang kontinyu dengan kepadatan 0,2 s/d
0,5 kg/m2. Setiap hari diber ipakan pellet sebanyak 3 s/d 4 % per
hari dari berat tubuhnya.
B.
Seleksi Induk
o
Seleksi induk bertujuan untuk mengetahui tingkat
kematangan induk yang akan dipijahkan.
o
Induk betina ditandai dengan perutnya yang
buncit dan lembut, bila diurut telur yang keluar bentuknya bulat utuh berwarna kecoklatan.
o
Induk jantan ditandai dengan warna tubuh dan
alat kelaminnya agak kemerahan.
C.
Penyuntikan
o
Induk betina disuntik dengan ovaprin sebanyak
0,6 ml/kg dan jantan dengan ovaprin 0,5 ml/kg. Penyuntikan dilakukan dua kali
dengan selang waktu 12 jam. Setiap penyuntikan sebanyak ½ dosis total.
o
Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung
D.
Pemijahan/Pengurutan
o
Apabila akan dipijahkan secara alami, induk jantan
dan betina yang sudah disuntik disatukan didalam bak yang telah diberi ijuk dan
biarkan memijah sendiri.
o
Apabila akan diurut, maka pengurutan akan dilakukan
6 s/d 8 jam setelah penyuntikan kedua.
o
Langkah pertama adalah menyiapkan sperma:
ambilkan tong sperma dari induk jantan dengan membedah bagian perutnya, gunting
kantong sperma dan keluarkan. Cairan sperma ditampung dalam gelas yang sudah diisi NaCl 0,9 % sebanyak ½
bagiannya. Aduk hingga rata. Bila terlalu pekat, tambahkan NaCl sampai larutan berwarna
putih susu agak encer.
o
Ambil induk betina yang akan dikeluarkan telurnya.
Pijit bagian perut kearah lubang kelamin sampai telurnya keluar. Telur dimpung dalam
mangkok plastik yang bersih dan kering.
Masukkan larutan sperma sedikit demi sedikit dan aduk sampai merata. Agar terjadi
pembuahan, tambahkan air bersih dan aduklah sampai merata sehingga pembuahan dapat
berlangsung dengan baik, untuk mencuci telur dari darah dan kotoran lainnya,
tambahkan lagi air bersih kemudian dibuang. Lakukan pembilasan 2 s/d 3 kali
agar bersih.
o
Telur yang sudah bersih dimasukkan dalam akuarium
penetasan yang sudah diisi air. Cara memasukkan, telur diambil dengan bulu ayam,
lalu sebarkan keseluruh permukaan akuarium sampai merata. Dalam 36 jam telur akan
menetas dan larva yang dihasilkan dipindahkan ke akuarium pemeliharaan larva.
Setelah berumur dua hari, larva diberimakan kutu air (Moina atau Daphnia) atau cacing
sutra (Tubifex) yang telah dicincang. Setelah berumur 4 hari larva diberi makan
cacing sutra hingga berumur tujuh hari.
E.
Pendederan
o
Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu
sebelum penebaran larva, yang meliputi : pengeringan, perbaikan pematang,
pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
o
Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur
tohor kedalam tong, kemudian disebarkan keseluruh pematang dan dasar kolam.
Dosisnya 50 gr/m2.
o
Pemupukan menggunakan kotoran ayam yang
sudah dikeringkan dengan dosis 500 s/d 1.000 gr/m2. Kolam diisi air setinggi 40
cm dan setelah 3 hari disemprot dengan organophospat 4 ppm dan dibiarkan selama
4 hari.
o
Benih ditebar pada pagi hari dengan
kepadatan 100 ekor/m2.
o
Pendederan I dilakukan selama 14 hari,
pendederan II dilakukan selama 30 hari. Pakan tambahan diberikan setiap hari berupa
tepung pellet sebanyak 0,75 gr/1.000 ekor.
PENYAKIT
Penyakit
yang sering menyerang ikan baung adalah Ichthyop
thirius multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintikputih). Pencegahan,
dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran.
Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m3 setiap
10 hari selama pemeliharan atau merendam ikan yang sakit kedalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.
Referensi:
BBPBAT Sukabumi. Teknik Pembenihan Ikan Baung. BBPBAT Sukabumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar